Industri Logam Terimbas Otomotif
Tiga Perusahaan Jepang Relokasi Pabrik ke RI
Industri pengecoran logam (casting) pada tahun depan diperkirakan masih stagnan seperti halnya tahun ini. Sebab, sekitar 80 persen permintaan produk pengecoran logam berasal dari sektor otomotif, sisanya untuk alat berat, permesinan, dan elektronik.
’’Omzet kami bergantung pada pertumbuhan sektor otomotif. Kalau tahun ini sektor otomotif stagnan di kisaran 1,2 juta unit, permintaan produk pengecoran logam juga tumbuh stagnan. Tahun depan sesuai dengan prediksi Gaikindo (Gabungan Industri Kendaraan Bermotor), penjualan otomotif masih stagnan sehingga kami juga stagnan,’’ kata Ketua Himpunan Ahli Pengecoran Logam Indonesia (HAPLI) Yos Rizal Anwar Minggu (14/12).
Permintaan pengecoran logam untuk komponen otomotif mencapai 80 persen dari seluruh order. Selain untuk komponen otomotif, bisnis pengecoran logam mengandalkan pesanan dari alat berat, permesinan, dan elektronik. Komponen permesinan yang sudah bisa dibuat di dalam negeri, antara lain, untuk sektor migas, petrokimia, semen, serta pulp dan kertas. ’’Tapi, kami masih bergantung pada sektor otomotif,’’ ungkapnya.
Pihaknya bersyukur pada tahun politik ini penjualan mobil bisa menyamai tahun lalu. Sebab, biasanya penjualan otomotif turun jika berbarengan dengan pemilihan umum (pemilu). ’’Kebutuhan casting komponen otomotif berbahan besi pada tahun ini mencapai 364.000 ton, sedangkan yang berbahan baku aluminium sekitar 120.000 ton. Untuk masing-masing kebutuhan ini, baru separo yang bisa dipenuhi dari dalam negeri,’’ ungkapnya.
Kebutuhan logam berbahan besi untuk setiap unit mobil antara 50–200 kilogram, sedangkan motor 22–25 kilogram per unit. Untuk logam berbahan aluminium, kebutuhan mobil sekitar 60–100 kilogram per unit dan sepeda motor 3 kilogram per unit. ’’Paling banyak tentu untuk mobil. Komponen yang diminta harus presisi dengan standar original equipment manufacturer, kontrol kualitas sangat ketat. Apalagi yang genuine parts,’’ ucapnya.
Meski tahun ini pengecoran logam tumbuh stagnan, Yos menyatakan bahwa industri tersebut tetap dilirik investor asing. Besarnya pasar otomotif di tanah air menjadi alasan bagi investor untuk masuk ke sektor pengecoran logam. ’’Ada tiga perusahaan besar Jepang di bidang casting atau pengecoran logam yang merelokasi pabriknya ke Indonesia. Ada juga yang di bidang aluminium. Mungkin tahun depan masih terjadi relokasi dari Jepang,’’ lanjutnya.
Sejumlah pekerjaan rumah dalam bisnis pengecoran logam, antara lain, teknologi produksi yang tertinggal, ketiadaan perangkat lunak murah yang bisa didapatkan dengan mudah, dan rendahnya daya tawar (bargaining power) industri pengecoran logam sehingga harga jual lebih banyak ditentukan pembeli. ’’Harga jual produk itu ditentukan pasar, terutama komponen otomotif. Kami sulit mematok harga,’’ jelasnya. (wir/c7/agm.)