Banyak pengusaha –pengusaha bakso yang menjamur di kota-kota besar sampai pelosok desa, dan semuanya ada yang tetap eksis dan berkembang ada juga yang sampai gulung tikar. Fenomena bakso atau tempat penggilingan bakso tidak lepas dari kaum pendatang yang pergi dari kampung halamannya untuk mencari nafkah atau memperbaiki ekonomi keluarga, contohnya warga Solo yang berasal dari daerah Sukoharjo, yang merajai pusat-pusat gilingan daging bakso di Jakarta, Banten, Bandung dan kota-kota besar lainnya.
Usaha penggilingan bakso yg dirintis para pendatang yang berasal dari Solo raya, dilihat dari sejarahnya, patut dicontoh, bagaimana mereka mampu nenaklukkan rintangan dan keuletannya, sehingga berjasa sampai sekarang, contohnya Pak Tukimin yang mempunyai tempat penggilingan daging bakso terbesar di kota Cianjur Jawa Barat, yang mmerantau dari kota Sukoharjo pada tahun 60 an, beliau merintis dari dagang bakso keliling sampai mempunyai tempat penggilingan bakso, beliau menceritakan , “ Bahwa merintis usaha bakso itu direwangi adus getih artinya harus sungguh-sungguh dengan berbagai resiko dan pengorbanan”. Mulai jam 3 pagi sudah bangun untuk kepasar belanja peralatan dan keperluan bakso, mualai dari beli bumbu dan membuat adonan bakso di pasar tempat penggilingan daging bakso, dulu belum ada mesin gilinganbakso, maka adonan bakso dagingnya di cacah dan digembleng atau diruncah dengan pisau manual, setelah ada kemajuan, ada mesin gilingan bakso, mereka sangat terbantu. Jam 7 pagi harus pulang untuk membuat pentol bakso untuk dicetak sesuai selera dan membuat kuah bakso dllnya, kira-kira jam 10-11 siang kuah dan bakso siap diedarkan, jam 11 siang mulai diedarkan dan di jajankan di tempat-tempat keramaian, sampai bakso habis kira-kira jam 8-10 malam, setelah itu pulang , bersih-besih dan istirahat dan bangun lagi jam 3 pagi, itulah aktifitas para penjual bakso yang perjuagnnnya sangat luar biasa, bagi orang atau generasi sekarang jarang melihat bagaimana sisi perjuang para penggusaha penggilingan daging bakso.
Tidak hanya itu tantangan yang dihadapi, akan tetapi masyarakat setempat kadang-kadang tidak bersahabat, sering dapat perlakuan tidak mengenakkkan, itu sudah menjadi makanan setiap hari bagi para penggusaha bakso dalam sejarah perjalanannya mereka, yang tidak kalah peliknnya mereka harus meninggalkan kampung halamannya yang dicintai rela meninggalkan orang yang dikasihinya, orang tuannya, anak istrinya sehingga kerinduan pada keluargan dan kampung halamannya selalu di kubur dalam hati.